Thursday, January 18, 2018

Jurnal Sosiolonguistik - "Interferensi Fonologi dalam Bahasa Indonesia di Lingkungan Alun-alun Ciamis"


INTERFERENSI FONOLOGI DALAM BAHASA INDONESIA
DI LINGKUNGAN ALUN-ALUN CIAMIS

Fani Rahmani, Linda Amalia, dan Putri Rizky Maylida
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Galuh Ciamis
Email   : fanirahmani23@gmail.com
                                                  amalialinda996@gmail.com
                                                  putririzky572@gmail.com


ABSTRAK

Bahasa sebagai sebuah sistem artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bagi orang yang mengerti sistem bahasa Indonesia akan mengakui bahwa bahasa adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia yang benar sistemnya, sebelum memahami sistem tersebut terlebih dahulu kita harus tahu dari segi bunyi ( fonologi ). Untuk itu dibahas interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa. Peristiwa yang diamati adalah peristiwa tutur yang berlangsung antara penjual dan pembeli di Alun-alun Ciamis. Penjual adalah penutur asli bahasa  yang dalam proses jual-beli bertutur dengan menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan pembeli tidak selamanya penutur asli bahasa. Oleh karena itu teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik, dan fonologi sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa Indonesia, meliputi interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi perubahan huruf, serta interferensi penambahan huruf.
Kata Kunci: interferensi fonologi



PENDAHULUAN

      a.      Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang berbeda-beda, sebab Indonesia adalah negara yang multilingual. Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakat, baik untuk komunikasi sehari-hari maupun keperluan yang sifatnya kedaerahan.
Dalam masyarakat multilingual yang mobilitasnya tinggi, anggota-anggota masyarakatnya akan cenderung menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya atau sebagian. sehingga dalam membangun komunikasi dipakai bahasa Indonesia dalam beriteraksi.
Dalam penggunaan bahasa Indonesia yang dikuasai sejak kecil dan terus digunakan dalam kehidupan masyarakat sudah tentu berpengaruh pada penggunaan bahasa Indonesia pada saat mereka berkomunikasi. Apalagi penutur yang masih kental dengan bahasa ibunya, situasi ini memungkinkan terjadinya interferensi dalam bahasa Indonesia sebagai akibat dari dan seringnya mempergunakan bahasa ibu menyebabkan terbawa masuknya unsur bahasa ibu ke dalam bahasa Indonesia yang sedang digunakan, sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa Indonesia yang sedang digunakan.
Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
Dengan kata lain bahwa interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa penerima. Salah satu bentuk interferensi yaitu pada tata bunyi atau interferensi fonologis yakni penghilangan fonem konsonan diakhir sebuah kata yang terjadi pada bahasa Indonesia, oleh penutur asli bahasa. Interferensi merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam perkembangan bahasa. Dalam bahasa Indonesia juga tidak terlepas dari interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam lingkungan bahasa donor.
Dari uraian dimaksud, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bentuk interferensi bahasa  dalam pengunaan bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa. Khususnya Interferensi Fonologis dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam upaya pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.

      b.      Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:
1.      Bagaimana terjadinya interferensi fonologis dalam bahasa Indonesia?

       c.       Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yakni:
1.      Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan bentuk interferensi fonologis dalam bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa.

       d.      Manfaat Penelitian
Ada tiga manfaat dalam penelitian ini.
1.        Penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah penelitian terhadap pemakaian bahasa lisan melalui pendekatan sosiolinguistik dan menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya.
2.        Sebagai pembuka jalan atau sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian yang lebih mendalam mengenai interferensi fonologis.
3.        Memberi informasi kepada pembaca tentang fenomena kebahasaan melalui pendekatan sosiolingistik yang dipakai penulis.


LANDASAN TEORI

a.      Teori Sosiolingustik
Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur: sosio dan linguistik. Kata sosio berasal dari sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat dan aktifis kemasyarakatan. Sedangkan linguistik adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem, morfem, kata dan kalimat) dan hubungan antar unsur-unsur (struktur) bahasa tersebut. Menurut J. A. Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2004:4) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam suatu masyarakat tutur.
Subyek dalam kajian sosiolinguistik dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau komunikasi di dalam masyarakat manusia. Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya. Sosiolinguistik memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.
Dengan demikian bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual, tetapi juga merupakan gejala sosial. Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah dari yang lain, ia merupakan anggota dari kelompok sosialnya.
Hal ini menyebabkan bahasa dan pemakaian bahasa tidak diamati secara individual, tetapi selalu dihubungkan dengan kegiatannya dalam masyarakat. Dari uraian dimaksud dapat diketahui bahwa sosiolinguistik merupakan kajian yang bersifat interdisipliner yang mengkaji masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya dengan aspek-aspek sosial, situasional, dan budaya (culture). Dengan memahami prinsip-prinsip sosiolinguistik setiap penutur akan menyadari betapa pentingnya ketepatan bahasa sesuai dengan konteks sosial. Pada dasarnya sosiolinguistik dan linguistik mempunyai kesamaan metode penelitian, keduanya selalu didasarkan pada hasil yang dikumpulkan secara empiris yang diterapkan pada sebuah data, serta simpulan ditarik secara induktif. Selain memiliki persamaan juga memiliki perbedaannya yaitu, sosiolinguistik selalu memperhatikan konteks pemakaian bahasa di dalam bentuk arti, perubahan bahasa, maupun pemerolehan bahasa. Sedangkan linguistik dalam analisisnya semata-mata menyoroti dari segi struktur bahasa sebagai kode.
Dalam proses tutur, pembicara selalu memperhitungkan faktor sosio-kultural dan sosio-situasional di samping faktor linguistik secara gramatikal. Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang bertujuan menemukan prinsip-prinsip yang mendasar beberapa bahasa. Dengan jalan lebih komprehensif dan dengan melibatkan perhitungan pengaruh berbagai konteks sosial.Penelitian dengan pendekatan sosiolinguistik terhadap berbagai bentuk interferensi dapat menjelaskan adanya interferensi bahasa, variasi tuturan seperti dialek, gaya bahasa, ragam bahasa, dan tingkat tutur.


           b.      Batasan Interferensi
Interferensi pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech parole), hanya terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan.
Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap, interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas yang paling minim.
Chaer dan Agustina (2004:160-161) menyatakan bahwa interferensi yang terjadi dalam proses interpretasi disebut interferensi reseptif, yakni berupa penggunaan bahasa B dengan diresapi bahasa A. Sedangkan interferensi yang terjadi pada proses representasi disebut interferensi produktif.
Interferensi reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa penutur bilingual disebut interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu interferensi ini juga disebut interferensi belajar atau interferensi perkembangan. Istilah interferensi pertama kali digunakan untuk menyebutkan adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur bilingual, interferensi sebagai bentuk pengukuran terhadap kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa.
Interferensi yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer dalam kontak bahasa dapat terjadi dalam semua tataran linguistik, baik fonologis, morfologis, sintaksis, semantis, maupun leksikon.
Berdasarkan uraian ini dapat diketahui bahwa interferensi adalah.
a)      Suatu penggunaan unsur-unsur dari bahasa ke bahasa yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain.
b)      Merupakan penerapan dua sistem secara serempak pada suatu unsur bahasa.
c)      Terdapatnya suatu penyimpangan dari norma-norma bahasa masing-masing yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan.
     
          c.       Gejala Interferensi
Gejala interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat. Kedua, dimensi sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan mudah dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang bersangkutan. Interferensi ini murni merupakanran rancangan atau model buatan penutur itu sendiri. Dari dimensi sistem bahasa, dikenal dengan sebutan interferensi sistemik yaitu pungutan bahasa. Sedangkan dari dimensi pembelajaran bahasa, di kenal dengan sebutan interferensi pendidikan.
Dalam proses pembelajaran bahasa kedua atau asing, pembelajaran tentu menjumpai unsur-unsur yang mirip, atau bahkan mungkin sama dengan bahasa pertamanya (Paul Ohoiwutun, 2002:72-74)

           d.      Macam-macam Interferensi
Chaer dan Agustina (2004:162-165) mengidentifikasi interferensi bahasa menjadi empat macam.
1.      Interferensi Fonologis
Interferensi fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi fonologis pergantian huruf.
Contoh:
slalu: selalu, adek: adik
ama: sama, rame: ramai
smua: semua, cayang: sayang

2.      Interferensi Morfologis
Interferensi morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara bahasa yang sedang diucapkan (bahasaIndonesia) dengan bahasa lain yang juga dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing).
Contoh:
kepukul? Terpukul
dipindah? Dipindahkan
neonisasi? Peneonan
menanyai? Bertanya

3.      Interferensi Sintaksis
Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan. Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Interferensi sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode.
Contoh:
mereka akan married bulan depan.
Karena saya sudah kadhun gapik sama dia, ya saya tanda tangan saja.

4.      Interferensi Semantis     
Interferensi yang terjadi dalam bidang tata makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan interferensi aditif.
(1)   Interferensi ekspansif, yaitu interferensi yang terjadi jika bahasa yang tersisipi menyerap konsep kultural beserta namanya dari bahasa lain.
Contoh: teman-teman ku tambah gokil saja.
(2)   Interferensi aditif, yaitu interferensi yang muncul dengan penyesuaian dan interferensi yang muncul berdampingan dengan bentuk lama dengan makna yang agak khusus.
Contoh: mbak Ari cantik sekali.

           e.       Proses Fonologis
Proses fonologis adalah suatu proses yang berusaha menerangkan perubahan-perubahan morfem atau kata berdasarkan ciri-ciri pembeda secara fonetis. Perubahannya biasa terjadi seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui proses penggabungan, pelesapan, penyisipan, permutasi, asimilasi dan desimilasi.

 METODE PENELITIAN
Metode penelitian pada hakekatnya merupakan operasionalisasi kearah pelaksanaan penelitian yang memberi pemahaman tentang cara atau teori menemukan atau menyusun pengetahuan dari ide, materi atau dari kedua-duanya serta merujuk pada penggunaan rasio, intuisi, fenomena atau dengan metode ilmiah. Sehingga bagaimana menemukan atau menyusun pengetahuan memerlukan kajian atau pemahaman tentang metode-metode.
Apabila dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Pada pendekatan kualitatif data bersifat deskriptif maksudnya adalah data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan.
Moleong (2007:280) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menganalisis data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Azwar (2001:5) berpendapat bahwa metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika logika ilmiah. Artinya data-data penelitian ini dikumpulkan, disusun, dianalisis, diinpertasikan, dan disimpulkan untuk mengetahui “Interferensi Fonologis dalam Bahasa Indonesia ”
Dengan demikian melalui metode deskriptif kualitatif ini penulis akan mengumpulkan data bahasa interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa, kemudian mendeskripsikan dan melaporkan hasil penelitian dengan berpatokan pada teknik analisis data berdasarkan pada fakta dan bukti sebagai kriteria kebenaran.
      a.      Data
Data dalam penelitian ini adalah bahasa lisan yang dituturkan oleh penutur asli bahasa.
      b.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa dalam hal ini informan. Menurut Ratukore, dkk., (1991:11) syarat-syarat menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1)      Penutur asli bahasa.
2)      Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa.
3)      Tidak cacat wicara dan kesehatannya baik.
4)      Pendidikan sekurang-kurangnya SD atau yang sederajat.
5)      Dapat berbahasa Indonesia.
6)      Bersedia menjadi informan dan mempunyai waktu yang cukup untuk penelitian ini dan
7)      Bersikap terbuka dan tidak mudah tersinggung.
      c.       Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian adalah Alun-Alun Ciamis.
      d.      Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik sebagai berikut:
1)      Observasi
Observasi diarahkan pada masyarakat penutur bahasa.
2)      Sadap Rekam
Melakukan rekaman dengan sengaja tanpa diketahui narasumber.
       e.       Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah atau dianalisis dengan prosedur sebagai berikut:
1)      Mendengarkan rekaman;
2)      Mencatat hasil rekaman;
3)      Memperhatikan mendistrubusikan bunyi vokal dan konsonan;
4)      Memperhatikan dan mencatat kata yang berhubungan dengan interferensi;
5)      Menganalisis data tahap demi tahap; dan
6)      Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
       a.      Hasil
Pada bab ini akan ditampilkan data yang berupa interferensi bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa.
Data diperoleh dari penutur asli bahasa yang bertutur dalam bahasa ibu dan bahasa Indonesia atau yang dikenal sebagai dwibahasawan, orang-orang itu yang penulis sebut dengan informan, dalam pengambilan data yang berhubungan dengan interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa, dengan komunikasi lepas bersama para informen itu di alun-alun Ciamis, dengan data-data sebagai berikut:









Tabel I
No
Identifikasi Data Interferensi
Kalimat yang Dilafalkan
Kata Interferensi
Pelafalan yang Benar
Jenis Interferensi Fonologis
1
Dalemnya macem-macem.
Dalemnya, macem-macem
Dalamnya macam-macam
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
2
Ayo dibeli  harganya sapuluh tiga.
Sapuluh
Sepuluh
Perubahan fonem /e/ menjadi /a/
3
Harganya cuma sapuluh aja.
Aja
Saja
Penghilangan fonem /s/
4
Sepuluh ribu, tiga pasang aja.
Aja
Saja
Penghilangan fonem /s/
5
Sepuluh tiga, pilih aja.
Aja
Saja
Penghilangan fonem /s/
6
Ada telor aja.
Telor
Telur
Perubahan fonem /u/ menjadi /o/
Aja
Saja
Penghilangan fonem /s/
7
Bisi abi minyak wanginya.
Abis
Habis
Penghilangan fonem /h/
8
Sakali pakei, moal bocor deui.
Sakali
Sekali
Perubahan fonem /e/ menjadi /a/
Pakei
Pakai
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
9
Pake sosis.
Pake
Pakai
Perubahan fonem /ai/ menjadi /e/
10
Kalo ini?
Kalo
Kalau
Perubahan fonem /au/ menjadi /o/
11
Nam ribu.
Nam
Enam
Penghilangan fonem /e/
12
Iyah.
Iyah
Iya
Penghilangan fonem /h/
13
Masak aer.
Aer
Air
Perubahan fonem /i/ menjadi /e/
14
Kaos kaki.
Kaos
Kaus
Perubahan fonem /u/ menjadi /o/



          b.      Pembahasan
Interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa. Interferensi adalah kekeliruan yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa. Interferensi dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Interferensi dapat terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosakata, dan makna. Untuk menjawab penelitian ini, maka diperoleh berbagai jenis Interferensi Fonologis yang terjadi di lingkungan sekitar Alun-alun Ciamis adalah sebagai berikut.
1.
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
2.
Perubahan fonem /e/ menjadi /a/
3.
Perubahan fonem /u/ menjadi /o/
4.
Penghilangan fonem /s/
5.
Penghilangan fonem /h/
6.
Perubahan fonem /ai/ menjadi /e/
7.
Perubahan fonem /au/ menjadi /o/
8.
Penghilangan fonem /e/
9.
Perubahan fonem /i/ menjadi /e/




SIMPULAN DAN SARAN
       a.      Simpulan
Berdasarkan hasil analisis mengenai interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ditemukan  bentuk interferensi fonologis yaitu.
1.
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
2.
Perubahan fonem /e/ menjadi /a/
3.
Perubahan fonem /u/ menjadi /o/
4.
Penghilangan fonem /s/
5.
Penghilangan fonem /h/
6.
Perubahan fonem /ai/ menjadi /e/
7.
Perubahan fonem /au/ menjadi /o/
8.
Penghilangan fonem /e/
9.
Perubahan fonem /i/ menjadi /e/




b. Saran
Dari simpulan di atas, penulis ingin memberi saran sebagai berikut: Penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan bahasa Indonesia




DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rinekacipta.
Muslich, Masnur. 2014. Fonologi. Jakarta : Bumi Aksara.

Jurnal Sosiolonguistik - "Interferensi Fonologi dalam Bahasa Indonesia di Lingkungan Alun-alun Ciamis"

INTERFERENSI FONOLOGI DALAM BAHASA INDONESIA DI LINGKUNGAN ALUN-ALUN CIAMIS Fani Rahmani , Linda Amalia , dan Putri Rizky Maylid...