INTERFERENSI FONOLOGI DALAM
BAHASA INDONESIA
DI
LINGKUNGAN ALUN-ALUN CIAMIS
Fani Rahmani, Linda Amalia,
dan Putri Rizky Maylida
Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Galuh Ciamis
Email : fanirahmani23@gmail.com
amalialinda996@gmail.com
putririzky572@gmail.com
ABSTRAK
Bahasa sebagai sebuah sistem artinya bahasa
dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat
dikaidahkan. Bagi orang yang mengerti sistem bahasa Indonesia akan mengakui
bahwa bahasa adalah sebuah kalimat bahasa Indonesia yang benar sistemnya,
sebelum memahami sistem tersebut terlebih dahulu kita harus tahu dari segi
bunyi ( fonologi ). Untuk itu dibahas interferensi fonologis bahasa Indonesia
oleh penutur asli bahasa. Peristiwa yang diamati adalah peristiwa tutur yang
berlangsung antara penjual dan pembeli di Alun-alun Ciamis. Penjual adalah
penutur asli bahasa yang dalam proses
jual-beli bertutur dengan menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan pembeli tidak
selamanya penutur asli bahasa. Oleh karena itu teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori sosiolinguistik, dan fonologi sedangkan metode yang
digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa
Indonesia, meliputi interferensi fonologis pengurangan huruf dan interferensi
perubahan huruf, serta interferensi penambahan huruf.
Kata Kunci:
interferensi fonologi
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Bahasa
Indonesia merupakan alat pemersatu berbagai suku bangsa yang memiliki latar
belakang berbeda-beda, sebab Indonesia adalah negara yang multilingual. Selain
bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa
daerah yang digunakan oleh masyarakat, baik untuk komunikasi sehari-hari maupun
keperluan yang sifatnya kedaerahan.
Dalam
masyarakat multilingual yang mobilitasnya tinggi, anggota-anggota masyarakatnya
akan cenderung menggunakan dua bahasa atau lebih, baik sepenuhnya atau sebagian.
sehingga dalam membangun komunikasi dipakai bahasa Indonesia dalam beriteraksi.
Dalam
penggunaan bahasa Indonesia yang dikuasai sejak kecil dan terus digunakan dalam
kehidupan masyarakat sudah tentu berpengaruh pada penggunaan bahasa Indonesia
pada saat mereka berkomunikasi. Apalagi penutur yang masih kental dengan bahasa
ibunya, situasi ini memungkinkan terjadinya interferensi dalam bahasa Indonesia
sebagai akibat dari dan seringnya mempergunakan bahasa ibu menyebabkan terbawa
masuknya unsur bahasa ibu ke dalam bahasa Indonesia yang sedang digunakan,
sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah dari bahasa Indonesia yang sedang
digunakan.
Alwasilah
(1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman
dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya
kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain
mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.
Dengan kata
lain bahwa interferensi merupakan gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke
dalam bahasa lain. Interferensi timbul karena dwibahasawan menerapkan sistem
satuan bunyi (fonem) bahasa pertama ke dalam sistem bunyi bahasa kedua sehingga
mengakibatkan terjadinya gangguan atau penyimpangan pada sistem fonemik bahasa
penerima. Salah satu bentuk interferensi yaitu pada tata bunyi atau
interferensi fonologis yakni penghilangan fonem konsonan diakhir sebuah kata
yang terjadi pada bahasa Indonesia, oleh penutur asli bahasa. Interferensi
merupakan gejala perubahan terbesar, terpenting dan paling dominan dalam
perkembangan bahasa. Dalam bahasa Indonesia juga tidak terlepas dari
interferensi, terutama untuk kosakata yang berkenaan dengan budaya dan alam
lingkungan bahasa donor.
Dari uraian
dimaksud, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bentuk interferensi bahasa dalam pengunaan bahasa Indonesia oleh penutur
asli bahasa. Khususnya ”Interferensi Fonologis dalam
Bahasa Indonesia”. Dengan demikian hasilnya diharapkan
dapat dijadikan informasi penting bagi pemerhati bahasa dalam upaya
pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia.
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
terjadinya interferensi fonologis dalam bahasa
Indonesia?
c. Tujuan Penelitian
Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini yakni:
1. Untuk mengidentifikasi dan
mendeskripsikan bentuk interferensi fonologis dalam bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa.
d. Manfaat Penelitian
Ada tiga manfaat dalam penelitian ini.
1.
Penelitian
ini diharapkan mampu menambah khasanah penelitian terhadap pemakaian bahasa
lisan melalui pendekatan sosiolinguistik dan menjadi acuan bagi penelitian
selanjutnya.
2.
Sebagai
pembuka jalan atau sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian yang lebih
mendalam mengenai interferensi fonologis.
3.
Memberi
informasi kepada pembaca tentang fenomena kebahasaan melalui pendekatan
sosiolingistik yang dipakai penulis.
LANDASAN TEORI
a. Teori Sosiolingustik
Istilah
sosiolinguistik terdiri dari dua unsur: sosio dan linguistik.
Kata sosio berasal dari sosial yaitu yang berhubungan dengan masyarakat,
kelompok-kelompok masyarakat dan aktifis kemasyarakatan. Sedangkan linguistik
adalah ilmu yang mempelajari tentang bahasa, khususnya unsur-unsur bahasa (fonem,
morfem, kata dan kalimat) dan hubungan antar unsur-unsur (struktur)
bahasa tersebut. Menurut J. A. Fishman (dalam Chaer dan Agustina,
2004:4) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai kajian tentang ciri khas variasi
bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur
ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam
suatu masyarakat tutur.
Subyek dalam
kajian sosiolinguistik dilihat atau didekati sebagai sarana interaksi atau
komunikasi di dalam masyarakat manusia. Jadi, sosiolinguistik lebih berhubungan
dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya. Sosiolinguistik
memandang bahasa sebagai sistem sosial dan sistem komunikasi serta merupakan
bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.
Dengan
demikian bahasa tidak saja dipandang sebagai gejala individual, tetapi juga
merupakan gejala sosial. Di dalam masyarakat seseorang tidak lagi dipandang
sebagai individu yang terpisah dari yang lain, ia merupakan anggota dari
kelompok sosialnya.
Hal ini
menyebabkan bahasa dan pemakaian bahasa tidak diamati secara individual, tetapi
selalu dihubungkan dengan kegiatannya dalam masyarakat. Dari uraian dimaksud
dapat diketahui bahwa sosiolinguistik merupakan kajian yang bersifat
interdisipliner yang mengkaji masalah-masalah kebahasaan dalam hubungannya
dengan aspek-aspek sosial, situasional, dan budaya (culture). Dengan
memahami prinsip-prinsip sosiolinguistik setiap penutur akan menyadari betapa
pentingnya ketepatan bahasa sesuai dengan konteks sosial. Pada dasarnya
sosiolinguistik dan linguistik mempunyai kesamaan metode penelitian, keduanya
selalu didasarkan pada hasil yang dikumpulkan secara empiris yang diterapkan
pada sebuah data, serta simpulan ditarik secara induktif. Selain memiliki
persamaan juga memiliki perbedaannya yaitu, sosiolinguistik selalu
memperhatikan konteks pemakaian bahasa di dalam bentuk arti, perubahan bahasa,
maupun pemerolehan bahasa. Sedangkan linguistik dalam analisisnya semata-mata
menyoroti dari segi struktur bahasa sebagai kode.
Dalam proses
tutur, pembicara selalu memperhitungkan faktor sosio-kultural dan
sosio-situasional di samping faktor linguistik secara gramatikal.
Sosiolinguistik merupakan cabang linguistik yang bertujuan menemukan
prinsip-prinsip yang mendasar beberapa bahasa. Dengan jalan lebih komprehensif
dan dengan melibatkan perhitungan pengaruh berbagai konteks sosial.Penelitian
dengan pendekatan sosiolinguistik terhadap berbagai bentuk interferensi dapat
menjelaskan adanya interferensi bahasa, variasi tuturan seperti dialek, gaya
bahasa, ragam bahasa, dan tingkat tutur.
b. Batasan Interferensi
Interferensi
pada umumnya dianggap sebagai gejala tutur (speech parole), hanya
terjadi pada dwibahasawan dan peristiwanya dianggap sebagai penyimpangan.
Interferensi
dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan
itu sudah ada padanannya dalam bahasa penyerap. Cepat atau lambat sesuai dengan perkembangan bahasa penyerap,
interferensi diharapkan semakin berkurang atau sampai batas yang paling
minim.
Chaer dan
Agustina (2004:160-161) menyatakan bahwa interferensi yang terjadi dalam proses
interpretasi disebut interferensi reseptif, yakni berupa penggunaan
bahasa B dengan diresapi bahasa A. Sedangkan interferensi yang terjadi pada
proses representasi disebut interferensi produktif.
Interferensi
reseptif dan interferensi produktif yang terdapat dalam tindak laku bahasa
penutur bilingual disebut interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan
biasa terjadi pada mereka yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu
interferensi ini juga disebut interferensi belajar atau interferensi
perkembangan. Istilah interferensi pertama kali digunakan untuk menyebutkan
adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan
bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang dilakukan oleh penutur
bilingual, interferensi sebagai bentuk pengukuran terhadap kesalahan berbahasa
yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau dialek bahasa
pertama terhadap kegiatan berbahasa.
Interferensi
yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai
akibat pengenalan terhadap bahasa lain. Transfer dalam kontak bahasa dapat
terjadi dalam semua tataran linguistik, baik fonologis, morfologis, sintaksis,
semantis, maupun leksikon.
Berdasarkan
uraian ini dapat diketahui bahwa interferensi adalah.
a) Suatu penggunaan unsur-unsur dari
bahasa ke bahasa yang lain sewaktu berbicara atau menulis dalam bahasa lain.
b) Merupakan penerapan dua sistem secara
serempak pada suatu unsur bahasa.
c) Terdapatnya suatu penyimpangan dari
norma-norma bahasa masing-masing yang terdapat dalam tuturan dwibahasawan.
c. Gejala Interferensi
Gejala
interferensi dapat dilihat dalam tiga dimensi kejadian. Pertama, dimensi tingkah
laku berbahasa dari individu-individu di tengah masyarakat. Kedua, dimensi
sistem bahasa dari kedua bahasa atau lebih yang berbaur. Ketiga, dimensi
pembelajaran bahasa. Dari dimensi tingkah laku berbahasa, penutur dengan mudah
dapat disimak dari berbagai praktek campur kode yang dilakukan penutur yang
bersangkutan. Interferensi ini murni merupakanran rancangan atau model buatan
penutur itu sendiri. Dari dimensi sistem bahasa, dikenal dengan sebutan
interferensi sistemik yaitu pungutan bahasa. Sedangkan dari dimensi
pembelajaran bahasa, di kenal dengan sebutan interferensi pendidikan.
Dalam proses
pembelajaran bahasa kedua atau asing, pembelajaran tentu menjumpai unsur-unsur
yang mirip, atau bahkan mungkin sama dengan bahasa pertamanya (Paul Ohoiwutun,
2002:72-74)
d. Macam-macam Interferensi
Chaer dan
Agustina (2004:162-165) mengidentifikasi interferensi bahasa menjadi empat
macam.
1.
Interferensi
Fonologis
Interferensi
fonologis terjadi apabila penutur mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa
dengan menyisipkan bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain. Interferensi fonologis
dibedakan menjadi dua macam, yaitu interferensi fonologis pengurangan huruf dan
interferensi fonologis pergantian huruf.
Contoh:
slalu: selalu, adek: adik
ama: sama, rame: ramai
smua: semua, cayang: sayang
2.
Interferensi
Morfologis
Interferensi
morfologis terjadi apabila dalam pembentukan katanya suatu bahasa menyerap
afiks-afiks bahasa lain. Penyimpangan struktur itu terjadi kontak bahasa antara
bahasa yang sedang diucapkan (bahasaIndonesia) dengan bahasa lain yang juga
dikuasainya (bahasa daerah atau bahasa asing).
Contoh:
kepukul? Terpukul
dipindah? Dipindahkan
neonisasi? Peneonan
menanyai? Bertanya
3.
Interferensi
Sintaksis
Interferensi
sintaksis terjadi apabila struktur bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing,
dan bahasa gaul) digunakan dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan.
Penyerapan unsur kalimatnya dapat berupa kata, frase, dan klausa. Interferensi
sintaksis seperti ini tampak jelas pada peristiwa campur kode.
Contoh:
mereka akan married bulan depan.
Karena saya sudah kadhun gapik sama
dia, ya saya tanda tangan saja.
4.
Interferensi
Semantis
Interferensi
yang terjadi dalam bidang tata makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi
semantik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan
interferensi aditif.
(1) Interferensi ekspansif, yaitu
interferensi yang terjadi jika bahasa yang tersisipi menyerap konsep kultural
beserta namanya dari bahasa lain.
Contoh:
teman-teman ku tambah gokil saja.
(2) Interferensi aditif, yaitu
interferensi yang muncul dengan penyesuaian dan interferensi yang muncul
berdampingan dengan bentuk lama dengan makna yang agak khusus.
Contoh: mbak
Ari cantik sekali.
e. Proses Fonologis
Proses
fonologis adalah suatu proses yang berusaha menerangkan perubahan-perubahan
morfem atau kata berdasarkan ciri-ciri pembeda secara fonetis. Perubahannya
biasa terjadi seperti penghilangan fonem pada awal, tengah, akhir, atau melalui
proses penggabungan, pelesapan, penyisipan, permutasi, asimilasi dan
desimilasi.
METODE PENELITIAN
Metode
penelitian pada hakekatnya merupakan operasionalisasi kearah pelaksanaan
penelitian yang memberi pemahaman tentang cara atau teori menemukan atau
menyusun pengetahuan dari ide, materi atau dari kedua-duanya serta merujuk pada
penggunaan rasio, intuisi, fenomena atau dengan metode ilmiah. Sehingga
bagaimana menemukan atau menyusun pengetahuan memerlukan kajian atau pemahaman
tentang metode-metode.
Apabila
dilihat dari tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang
bersifat deskriptif. Pada pendekatan kualitatif data bersifat deskriptif
maksudnya adalah data dapat berupa gejala-gejala yang dikategorikan ataupun
dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan
lapangan pada saat penelitian dilakukan.
Moleong
(2007:280) berpendapat bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian
yang menganalisis data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Azwar
(2001:5) berpendapat bahwa metode kualitatif lebih menekankan analisisnya pada
proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika
logika ilmiah. Artinya data-data penelitian ini dikumpulkan, disusun,
dianalisis, diinpertasikan, dan disimpulkan untuk mengetahui “Interferensi Fonologis dalam Bahasa
Indonesia ”
Dengan demikian melalui
metode deskriptif kualitatif ini penulis akan mengumpulkan data bahasa
interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa, kemudian
mendeskripsikan dan melaporkan hasil penelitian dengan berpatokan pada teknik
analisis data berdasarkan pada fakta dan bukti sebagai kriteria kebenaran.
a. Data
Data dalam penelitian ini adalah
bahasa lisan yang dituturkan oleh penutur asli bahasa.
b. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini
adalah penutur asli bahasa dalam hal ini informan. Menurut Ratukore, dkk.,
(1991:11) syarat-syarat menjadi informan dalam penelitian ini adalah:
1) Penutur asli bahasa.
2) Laki-laki dan perempuan yang sudah
dewasa.
3) Tidak cacat wicara dan kesehatannya
baik.
4) Pendidikan sekurang-kurangnya SD
atau yang sederajat.
5) Dapat berbahasa Indonesia.
6) Bersedia menjadi informan dan
mempunyai waktu yang cukup untuk penelitian ini dan
7) Bersikap terbuka dan tidak mudah
tersinggung.
c. Lokasi Penelitian
Yang menjadi lokasi penelitian
adalah Alun-Alun Ciamis.
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
teknik sebagai berikut:
1) Observasi
Observasi
diarahkan pada masyarakat penutur bahasa.
2) Sadap Rekam
Melakukan rekaman dengan sengaja tanpa diketahui narasumber.
e. Teknik Pengolahan Data
Data yang terkumpul diolah atau
dianalisis dengan prosedur sebagai berikut:
1) Mendengarkan rekaman;
2) Mencatat hasil rekaman;
3) Memperhatikan mendistrubusikan bunyi
vokal dan konsonan;
4) Memperhatikan dan mencatat kata yang
berhubungan dengan interferensi;
5) Menganalisis data tahap demi tahap;
dan
6) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil
analisis data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Hasil
Pada bab ini
akan ditampilkan data yang berupa interferensi bahasa Indonesia oleh penutur
asli bahasa.
Data
diperoleh dari penutur asli bahasa yang bertutur dalam bahasa ibu dan bahasa
Indonesia atau yang dikenal sebagai dwibahasawan, orang-orang itu yang penulis
sebut dengan informan, dalam pengambilan data yang berhubungan dengan interferensi
fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa, dengan komunikasi lepas bersama para informen itu di alun-alun
Ciamis, dengan data-data sebagai berikut:
Tabel I
No
|
Identifikasi Data Interferensi
|
|||
Kalimat yang Dilafalkan
|
Kata Interferensi
|
Pelafalan yang Benar
|
Jenis Interferensi Fonologis
|
|
1
|
Dalemnya macem-macem.
|
Dalemnya, macem-macem
|
Dalamnya macam-macam
|
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
|
2
|
Ayo
dibeli harganya sapuluh tiga.
|
Sapuluh
|
Sepuluh
|
Perubahan
fonem /e/ menjadi /a/
|
3
|
Harganya
cuma sapuluh aja.
|
Aja
|
Saja
|
Penghilangan
fonem /s/
|
4
|
Sepuluh
ribu, tiga pasang aja.
|
Aja
|
Saja
|
Penghilangan
fonem /s/
|
5
|
Sepuluh
tiga, pilih aja.
|
Aja
|
Saja
|
Penghilangan
fonem /s/
|
6
|
Ada telor
aja.
|
Telor
|
Telur
|
Perubahan
fonem /u/ menjadi /o/
|
Aja
|
Saja
|
Penghilangan
fonem /s/
|
||
7
|
Bisi abi
minyak wanginya.
|
Abis
|
Habis
|
Penghilangan
fonem /h/
|
8
|
Sakali
pakei, moal bocor deui.
|
Sakali
|
Sekali
|
Perubahan
fonem /e/ menjadi /a/
|
Pakei
|
Pakai
|
Perubahan
fonem /a/ menjadi /e/
|
||
9
|
Pake sosis.
|
Pake
|
Pakai
|
Perubahan fonem
/ai/ menjadi /e/
|
10
|
Kalo ini?
|
Kalo
|
Kalau
|
Perubahan
fonem /au/ menjadi /o/
|
11
|
Nam ribu.
|
Nam
|
Enam
|
Penghilangan
fonem /e/
|
12
|
Iyah.
|
Iyah
|
Iya
|
Penghilangan
fonem /h/
|
13
|
Masak aer.
|
Aer
|
Air
|
Perubahan
fonem /i/ menjadi /e/
|
14
|
Kaos kaki.
|
Kaos
|
Kaus
|
Perubahan
fonem /u/ menjadi /o/
|
b. Pembahasan
Interferensi
fonologis bahasa Indonesia oleh penutur asli bahasa. Interferensi adalah
kekeliruan yang disebabkan oleh terbawanya kebiasaan ujaran berbahasa atau
dialek bahasa pertama terhadap kegiatan berbahasa. Interferensi dianggap
sebagai sesuatu yang tidak perlu terjadi karena unsur-unsur serapan itu sudah
ada padanannya dalam bahasa penyerap. Interferensi dapat terjadi pada
pengucapan, tata bahasa, kosakata, dan makna. Untuk menjawab penelitian ini, maka diperoleh berbagai jenis Interferensi Fonologis yang terjadi di
lingkungan sekitar Alun-alun Ciamis adalah sebagai berikut.
1.
|
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
|
2.
|
Perubahan
fonem /e/ menjadi /a/
|
3.
|
Perubahan
fonem /u/ menjadi /o/
|
4.
|
Penghilangan
fonem /s/
|
5.
|
Penghilangan
fonem /h/
|
6.
|
Perubahan fonem
/ai/ menjadi /e/
|
7.
|
Perubahan
fonem /au/ menjadi /o/
|
8.
|
Penghilangan
fonem /e/
|
9.
|
Perubahan
fonem /i/ menjadi /e/
|
SIMPULAN DAN
SARAN
a. Simpulan
Berdasarkan
hasil analisis mengenai interferensi fonologis bahasa Indonesia oleh penutur
asli bahasa dapat disimpulkan sebagai berikut:
Ditemukan bentuk interferensi fonologis yaitu.
1.
|
Perubahan fonem /a/ menjadi /e/
|
2.
|
Perubahan
fonem /e/ menjadi /a/
|
3.
|
Perubahan
fonem /u/ menjadi /o/
|
4.
|
Penghilangan
fonem /s/
|
5.
|
Penghilangan
fonem /h/
|
6.
|
Perubahan
fonem /ai/ menjadi /e/
|
7.
|
Perubahan
fonem /au/ menjadi /o/
|
8.
|
Penghilangan
fonem /e/
|
9.
|
Perubahan
fonem /i/ menjadi /e/
|
b. Saran
Dari
simpulan di atas, penulis ingin memberi saran sebagai berikut: Penulis berharap
agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran bagi
pengembangan bahasa Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul.
2004. Sosiolinguistik. Jakarta: Rinekacipta.
Muslich,
Masnur. 2014. Fonologi. Jakarta :
Bumi Aksara.